Sebuah cerita pengantar jendela inspirasi dan karya sesungguhnya

Nov 1, 2020

NEGATIF [Chapter 2]

No comments


BAB 2 : BERAKTING

Aku bermalam di rumah opek. Untung saja tidak ketauan oleh bibi kos. Atau opek bisa di usir.  Opek dan aku sarapan pagi lalu berangkat ke gudang tempat kita berkumpul. Hari ini pas akhir pekan. Hari sabtu yuno, josse, riko dan eva ada waktu untuk berkumpul bersama kami. Kami lagi lagi membahas proyek film nya si opek. Lalu mulai beroperasi. Yuno mulai menulis karangannya dan yang lain sibuk memprepare barang properti yang di butuhkan. Setelahnya kita mulai syut dan yang menjadi aktor sekarang josse dan aku.

Lapangan hijau pukul 3 sore

Mulai berakting “action!”

“erthan! Kenapa kamu berlari menjauhi ku?” kata josse sambil mengejar aku

“jangan dekati aku josse” berlari semakin kencang mengarah pohon tinggi besar

“ya setidaknya berhenti dulu cerita kamu kenapa bukannya lari menjauh” sambil mengejar aku

“gak bisaaaaa” aku berjongkok di bawah pohon tinggi besar itu

“hah hah hah (suara nafas yang terbata bata)... akhirnya hah hah kenapa kamu lari nya cepet banget sih. kalau ada apa apa tinggal cerita aja jangan main lari gitu aja. Kan kita sahabat” kata josse dengan nafas yang tersengal sengal

“... entah lah josse, aku merasa tidak niat untuk hidup lagi... aku takut...” kata ku sambil menghayati peran. Dahi aku menempel dengan lutut ku.

“tidak niat hidup? Kenapa? Banyak orang di luar sana yang masih ingin hidup, ada yang cacat saja masih berjuang untuk hidup, ada yang stroke dan masih berjuang hidup dengan tersenyum, ada yang kelaparan dan masih berusaha untuk mencari makan, ada anak yang yatim piatu dan masih berjuang hidup mandiri. Dan kamu sekarang... malah pengen mati?” kata kata yang menusuk ke hati ku

Aku lalu berdiri dan berkata sesuai kata hati ku bukan dialog seharusnya

“aku lebih baik menjadi yatim piatu daripada punya orang tua yang cuman bisa main fisik ke anaknya” mata ku tajam melihat josse. Sorot mata kesedihan dan kemarahan.

“erthan... tapi kamu masih punya kita. Teman kamu” sambil menepuk bahu kiri ku.

“cut cut!” kata opek sambil menyuruh kita untuk berhenti berakting

“kenapa dialognya berubah erthan? Kamu seharusnya omong “aku gak peduli, aku hanya ingin mati” bukan seperti tadi” kata opek menghampiri aku

“maaf pek, aku sedang tidak bisa berakting. Aku terus memikirkan kalau papa nanti pulang bakal seperti apa aku” aku menunduk tak tahu harus berbuat apa

“papa kamu kenapa emang?” kata eva menyambar dan berdiri di sebelah di opek

“......” aku hanya bisa terdiam dan menunduk kebawah

Opek memutuskan syutingnya sampai sini saja dan ganti hari esok. Sesampainya di RPB, opek membantu ku menjelaskan nya kepada yang lain. Aku memilih tinggal di gudang ini (RPB) karena tak ada tujuan aku mau tinggal dimana. Akhirnya mereka membantu ku membeli kasur lipat dan peralatan lainnya ke gudang ini.

Menurut ku tempat ini nyaman kok untuk tidur. Tidak gelap karena ada lampu yang terang. Lantainya gak kotor kotor amat. Karena lantai gudang ini sudah di semen rata. Bekas gudang stok barang yang lantainya rata. Jadi aku bisa tidur disini. Atapnya pun masih kokoh jadi hujan pun tak masalah.


To be continued~

Penulis: Devi Stefanny





No comments :

Post a Comment