BAB 3 : MASA LALU
Malam pukul 6:30
Malam ini
cukup dingin, biasanya jam segini aku di rumah sedang makan masakan mama, lalu
aku main komputer. Kenapa sekarang merasa semakin dingin ya. Aku merasa
kesepian.
Ma.. aku
kangen mama yang dulu. Mama yang sebelum menikah dengan papa yang sekarang.
#flashback (tahun 2013)
Saat mama menikah lagi dengan papa yang baru, umur ku menginjak 15
tahun. Tahun pertama aku masuk SMA, aku merasa asing karena aku di pindah sekolah
yang jauh dengan sekolah ku yang lama. Di sekolah ini aku merasa tertekan,
selain pelajaran yang sangat susah, teman teman ku juga tidak ada yang mau
mendekati ku. Mereka punya dunia mereka sendiri. Ada geng masing masing. Aku
tidak bisa masuk ke dalam setiap geng itu. Tidak ada yang cocok dengan ku.
Sampai akhirnya aku bertemu dengan teman teman ku di tempat yang
tak terduga.
Opek (oscar dari pekan baru)
Opek. Itu lah sebutan aku kepada si oscar yang pekat dengan gaya
bahasa pekan baru nya. Dia baru datang ke jakarta pertama kali. Dia ingin
mencari kerja yang lebih banyak uangnya. Oleh karena itu dia ke jakarta untuk
menafkahi keluarganya di pekan baru. Dia hanya punya seorang nenek sebagai
orang tua nya. Semangat dia berkarya dan bekerja karena untuk neneknya yang
sedang sakit. Di rumah pekan baru nya hanya ada adik perempuannya yang bantu
menjaga neneknya.
Hidupnya susah. Tapi dia tak mau di bantu biaya keluarganya. Dia
orang yang tak mau membebani orang lain karena biaya.
Dia orang yang semangat berjuang. Terkadang aku sangat mengagumi
sifat kepemimpinannya dan semangatnya.
Pagi hari jam 7 tahun
2013 (jalan menuju sekolah)
“duh aku udah telat ke sekolah” aku yang
terburu buru berlari ke arah sekolah tak sengaja melihat seorang pria yang
kesulitan mencari sesuatu. Dia menengok ke kanan ke kiri sambil melihat ke arah
secarik kertas putih yang lusuh.
“brak!” suara yang tak sengaja menabrak
orang sampai akhirnya terjatuh.
“maaf saya tidak sengaja maaf saya sedang
terlambat ke sekolah” kata ku yang menuduk terburu buru meminta maaf dari pada
bangun terlebih dahulu.
“sini aku bantu” Sebuah uluran tangan yang
sudah di hadapan ku membantu ku untuk bangun.
“makasih ya” kata ku yang masih tidak
melihat wajahnya. Aku terlalu malu atas kesalahan ku sendiri
“hmmm kalau boleh tanya, kamu tau alamat
ini?” kata dia bertanya dengan nada yang lembut
“ah disana. Nanti tinggal lurus terus belok
ke kiri. Terus belok lagi ke kiri. Udah sampai” kata ku yang semangat menunjuk
kearah alamatnya
“makasih ya. Kalau boleh tau nama mu
siapa?” tanya dia sambil tersenyum sambil mengulur kan tangannya untuk berjabat
“nama ku erthan. Kamu?” kali ini aku tidak
memikirkan keterlambatan ku
“nama ku oscar. Makasih ya erthan” kata dia
sambil berlalu mencari alamat itu lagi
Sambil aku
kembali berlari ke arah sekolah, aku memikirkan pertemuan yang canggung tadi.
Yuno dan eva
Yuno sang master
penulis karangan dan pengingat. Dia terlihat cupu dan muda tapi tulisan dia
banyak yang kagum dan menghasilkan uang yang lumayan dari hasil penjualan karya
nya yang di terbitkan di gramod, toko buku terkenal.
Dia anak yang
pendiam dan tak banyak berbicara. Kerjaan dia hanya menulis karangan dan terus
seperti itu. Dia berbeda dengan ku 5 tahun. Dan pertemuan kita cukup unik.
Sedangkan eva
adalah anak perempuan tangguh dan kuat. Dia adalah kakak perempuanya yuno.
Mereka saling melindungi dan lengkapi. Yuno dengan kepintarannya dan eva dengan
kekuatannya. Benar benar membuat orang terkagum melihat keakraban mereka
berdua.
Siang hari pukul 1 tahun 2013 (di jalan menuju arah pulang)
Siang itu sedang
terik teriknya aku jalan pulang sekolah. Oleh karena itu aku mampir dahulu ke
cafe untuk membeli minuman segar.
Sambil menunggu minuman
segar ku, aku melihat ke arah kaca sana. Ada seorang pria dengan seragam merah
putih. Ketika duduk, badannya terlihat mungil. Terlihat sedang asyik mengetik sesuatu
di depan laptop. Dia terlihat menggemaskan dan ada seorang wanita di
sebelahnya. Wanita itu mengikat rambut pony tail. Dia sambil berbicara dengan
pria itu. Terlihat pacaran tapi bukan pacar juga. Pria itu jauh terlihat lebih
kecil daripada wanita itu. Mungkin kakaknya pikir ku.
“nih kak minumannya” kata mbak kasir.
“makasih. Tunggu sebentar” aku sambil
meronggoh ronggoh kantong ku dan hasilnya blank (kosong). Seketika wajah ku
memerah. Mampus dah aku, kenapa di saat seperti ini gak bawa duit.
“nih pakai uang ku saja” tiba tiba pria itu
yang datang memberi uang nya kepada kasir. Spontan aku kaget. Kenapa seorang
anak kecil ini yang bayar punya ku. Kalah sama anak kecil :’)
“dek, nama mu siapa?” kata ku sambil
mengejarnya keluar cafe. Tapi dia terlalu cepat melangkah. Sampai akhirnya dia
berhenti.
..... aku melihat ada dua pria dengan
seragam merah putih di depan dia dan dengan gaya nya yang sombong, mendorong
pria kecil itu.
“eh anak culun, lu gak usah songong gitu
dah yah. Gw suruh lu kerjain pr gw ya tinggal kerjain” kata pria yang di
hadapannya dengan postur yang 10 cm lebih tinggi daripada pria kecil itu.
“aku gak ada kewajiban untuk mengerjakan pr
kalian” kata pria kecil itu dengan santai sambil menggengam laptop nya di
tangan kanan.
Aku sempat
berpikir. Kenapa anak sekecil itu masih terlihat berani dengan mereka yang
postur tubuhnya lebih besar dari dia. Kalau aku jadi dia mungkin aku sudah
kabur. Memang aku anak yang lemah.
“plak plak!” suara itu terdengar ketika
seseorang memukul wajah kedua pria yang lebih tinggi itu.
“berani berani nya lu cewek ikut campur!”
kata kedua pria itu yang marah sehabis di tampar wanita yang tadi aku lihat di
cafe duduk bersama dengan pria kecil ini.
Aku terbelalak
dan hendak menghampiri geram ketika melihat wanita dengan baju kaos dengan rok
biru itu di jambak oleh kedua pria itu yang bahkan di bawah umur nya.
Wanita itu
menggunakan rok SMP menggunakan kaos polos yang luarannya seragam putih SMP.
Sedangkan kedua pria itu tingginya sama dengan wanita itu menggunakan seragam
SD.
“kalian ganggu orang yang salah!” kata
wanita sambil menatap tajam dengan kedua pria itu
Tangan wanita itu
memegang kedua tangan pria itu lalu dengan satu hentakan melompat ke belakang
tubuh mereka berdua. Kedua pria itu menghadap belakang dan langsung mental
jatuh ke aspal kesakitan. Wanita itu langsung menonjok abis abis an ke wajah
mereka ketika terjatuh ke aspal. Mereka berteriak minta tolong berhenti. Dan wanita
itu dengan lantang berbicara
“ini terakhir kalinya kalian ganggu adik
ku. Kalau tidak, aku akan menghabisi kalian tanpa ampun” kata wanita itu yang
membuat mereka berdiri dan lari ketakutan
“kak, rambut kakak gak sakit kan?” tanya
pria kecil itu.
Aku menghampiri
mereka berdua
“makasih ya dek, nama kamu siapa? Aku nanti
akan ganti uangnya” tanya ku berhati hati
“lu siapa lagi? mau ganggu adek gw?!” kata
wanita itu sambil mengepalkan tangan nya ke hadapan ku
“gak gak.. aku hanya ingin mengembalikan
uang yang tadi dia pakai untuk membayar minuman saya ini” kata ku sambil mundur
ketakutan
“nama aku yuno” pria kecil itu mengulurkan
tangan untuk berjabat dengan ku
“nama aku erthan. Salam kenal. Kalau kamu?”
tanya ku kepada wanita di sebelahnya
“eva” jawabnya dingin dan tak melihat ke
arah ku
“sudah kak tak apa, tak usah kembalikan
uangnya” kata yuno dengan lembut sambil tersenyum. Terlihat menggemaskan
“boleh minta nomor hp kalian? Sewaktu waktu
kalau kalian butuh bantuan ku, aku akan membantu”
Kami saling
bertukar nomor hp dan dari situ kita berteman.
Siang yang terik
berjalan arah pulang dan sesampainya di rumah, melihat mama dan papa sedang
duduk di meja makan. Aku menghampirinya dengan semangat.
“ini mama yang masak? Enak banget ma” aku
sangat bahagia karena keluarga ku kembali lengkap, ada papa mama.
“bukan erthan. Ini papa yang masak loh”
kata papa yang dengan bangga menunjuk ke dirinya
“wah pa, enak banget. Kok papa bisa masak?
Lain kali ajarin aku ya”
Hari hari indah
yang masih ku ingat. Sampai akhirnya keluarga ku mulai kembali berantakan. Papa
jarang pulang, mama mulai tak mengurusi ku. Tapi anehnya dia selalu ingat untuk
memasakan makanan untuk ku.
Masa masa aku
mulai tak betah di rumah
Tahun 2016
Aku berusia 18
tahun. Tahun di mana sebentar lagi aku akan menghadapi ujian SMA. Anak anak
lain sibuk memikirkan kuliahnya dan aku berbeda. Hubungan orang tua ku mulai
renggang. Papa jarang sekali pulang. Mama mulai terlihat depresinya. Aku tak
mengerti. Kalau pada akhirnya nikah lagi akan seperti ini, lebih baik mama tak
usah nikah lagi.
Aku tak berani
untuk membahas soal apapun itu kepada mama. Setiap kali aku pulang, aku
langsung ke kamar dan main komputer. Lalu kalau bosan, aku ke warnet dan
bertemu josse
Josse
Dia anak yang tak
ada jam pulangnya ke rumahnya. Warnet bagaikan rumah kedua untuknya. Josse anak
yang nakal, dia perokok, gila main game, dan terkadang dia ngamen di pinggir
jalan. Seperti tidak ada kehidupan. Aku melihatnya seperti melihat ku di masa
depan nanti. Mungkin dia anak broken home jadinya seperti itu. Tapi setelah
kenal lebih lama, dia anak yatim piatu, dia tinggal di panti asuhan anak anak.
Dia main game
karena ingin juara dalam kompetisi esport. Tapi di sisi lain, dia di tawarkan
menjadi pemain band di suatu cafe karena suara dan gaya gitarnya yang khas. Dan
akhirnya dia ikut terjun dalam band yang tampil di cafe itu.
Pukul 8 malam di warnet
“kayaknya aku negerasa setiap kali aku
datang, dia selalu disini? Apa dia gak pulang ke rumahnya?” kata ku di dalam
hati sambil menengok pria itu di bagian pojok kanan.
“YAH! SIAL! S***T!” suara terdengar jelas
ketika dia menggeretak meja warnet karena kekalahan dia main game.
Tapi aku terus
memerhatikannya, dia mencoba lagi untuk bermain terus.
Di lain hari pukul 7 di cafe
Aku ke cafe
bersama teman ku opek karena kita tak sengaja bertemu di jalan. Dia terlihat
baru pulang dari supermarket membawa belanjaan.
“oh hay” sapa ku yang melihat dia yang
berjalan ke arah balik komplek kami.
“hay” sapa balik dia dengan satu tangan
yang tak membawa kantong belanjaan
“kamu ngapain jalan keluar jam malam malam
begini?”
“aku hanya mencari angin segar”
Sambil berjalan
aku melihat ada sebuah cafe, jadi aku mengajak opek ke cafe.
Di cafe pukul 7:20
“oscar, bagaimana keadaan mu sekarang?
Rumah yang kamu tinggali nyaman tidak?”
Kita berdua duduk
di dekat panggung cafe. Kursi yang ada sandaran membuat kita nyaman untuk terus
berbicara. Perbincangan ini lama lama membahas asal nya darimana dan latar
belakangnya. Sejak itulah aku manggil dia opek. Oscar yang lekat dengan logat
pekan barunya. Selagi berbincang, ada orang yang jalan ke panggung tengah
sambil membawa gitar.
“untuk semua pendengar disini, saya ingin
menyanyikan sebuah lagu dari justin bieber berjudul love yourself. One two
three”
“for all the time that you rain on my parade
And all the clubs you get
in using my name
You think you broke my
heart oh girl for goodness sake
You think i’m crying oh my
oh well i ain’t......”
“loh bukan nya itu anak yang sering main
warnet itu?” Aku terkejut melihat ke arah panggung, si anak yang sering banget
ke warnet.
“kamu kenal dia?” tanya opek
“aku cuman tau dia dari warnet, dia sering
ke warnet main”
“ooo begitu.... suaranya bagus”
Ketika pria itu
turun panggung, aku ingin menyapanya dan mengajak dia untuk makan makan bersama
ku, tapi anehnya dia yang menyapa ku duluan. Dia lebih ramah dari perkiraan ku.
“oi bro!” sapa dia menepuk pundak ku
“oi! Kamu anak yang betah di warnet kan?
Kok akhir akhir ini jarang ke warnet bro? Mau main bareng aku gak?” josse duduk
di antara opek dan aku. Sambil asik mengajak ku untuk bermain ke warnet
“oh ya, lagi ada kerjaan banyak. Bentar
lagi UN. Jadi harus belajar lebih benar” jawab ku
“oh ya kenalin, nama aku josse. Kamu?”
menunjuk ke aku dan opek
“aku erthan. Dia opek” jawab ku
“salam kenal erthan, salam kenal opek”
jawabnya sambil berjabat tangan.
“opek, kamu umur berapa? Keliatannya jauh
lebih tua dari kita” tanya dia sambil menekuk kaki kanannya ke bangku nya
“aku tahun ini umur 18 tahun tapi aku gak
sekolah. Aku kerja sekarang jadi terlihat tua hahaha” jawab opek dengan santai
“hah?! Kamu masih 18 tahun? Aku pikir kamu
jauh lebih tua dari aku hahaha” jawab aku
“kalian temanan tapi kok gak tau umur
masing masing? Hahaha kalau ku di bawah kalian 2 tahun” jawab josse
Malam semakin
larut, kita pun akhirnya mengakhiri pembicaraan sekitar jam 9 lewat dan opek
besok harus bekerja jadi aku pulang bareng opek, rumah satu komplek juga.
Riko
Sekarang menceritakan
riko, teman dekat terakhir ku. Dia anak yang kaya dan royal. Anak geng motor
tapi baik. Dia anak yang paling besar di antara kita dia umur nya di atas aku 1
tahun, tapi dia berbeda. Dia memiliki keluarga yang benar di antara kita semua.
Dia di sayang dan di beri apapun yang dia mau. Hanya saja dia suka menghabiskan
uang.
Pertemuannya
karena motornya yang mogok di jalan dan aku membantunya menunjukan bengkel
motor dimana. Selama perjalanan kami saling mengobrol tentang kehidupan kami
masing masing.
To be continued~
Penulis: Devi Stefanny

No comments :
Post a Comment