Nov 3, 2020
NEGATIF [Chapter 3]
BAB 3 : MASA LALU
Malam pukul 6:30
Malam ini
cukup dingin, biasanya jam segini aku di rumah sedang makan masakan mama, lalu
aku main komputer. Kenapa sekarang merasa semakin dingin ya. Aku merasa
kesepian.
Ma.. aku
kangen mama yang dulu. Mama yang sebelum menikah dengan papa yang sekarang.
#flashback (tahun 2013)
Saat mama menikah lagi dengan papa yang baru, umur ku menginjak 15
tahun. Tahun pertama aku masuk SMA, aku merasa asing karena aku di pindah sekolah
yang jauh dengan sekolah ku yang lama. Di sekolah ini aku merasa tertekan,
selain pelajaran yang sangat susah, teman teman ku juga tidak ada yang mau
mendekati ku. Mereka punya dunia mereka sendiri. Ada geng masing masing. Aku
tidak bisa masuk ke dalam setiap geng itu. Tidak ada yang cocok dengan ku.
Sampai akhirnya aku bertemu dengan teman teman ku di tempat yang
tak terduga.
Opek (oscar dari pekan baru)
Opek. Itu lah sebutan aku kepada si oscar yang pekat dengan gaya
bahasa pekan baru nya. Dia baru datang ke jakarta pertama kali. Dia ingin
mencari kerja yang lebih banyak uangnya. Oleh karena itu dia ke jakarta untuk
menafkahi keluarganya di pekan baru. Dia hanya punya seorang nenek sebagai
orang tua nya. Semangat dia berkarya dan bekerja karena untuk neneknya yang
sedang sakit. Di rumah pekan baru nya hanya ada adik perempuannya yang bantu
menjaga neneknya.
Hidupnya susah. Tapi dia tak mau di bantu biaya keluarganya. Dia
orang yang tak mau membebani orang lain karena biaya.
Dia orang yang semangat berjuang. Terkadang aku sangat mengagumi
sifat kepemimpinannya dan semangatnya.
Pagi hari jam 7 tahun
2013 (jalan menuju sekolah)
“duh aku udah telat ke sekolah” aku yang
terburu buru berlari ke arah sekolah tak sengaja melihat seorang pria yang
kesulitan mencari sesuatu. Dia menengok ke kanan ke kiri sambil melihat ke arah
secarik kertas putih yang lusuh.
“brak!” suara yang tak sengaja menabrak
orang sampai akhirnya terjatuh.
“maaf saya tidak sengaja maaf saya sedang
terlambat ke sekolah” kata ku yang menuduk terburu buru meminta maaf dari pada
bangun terlebih dahulu.
“sini aku bantu” Sebuah uluran tangan yang
sudah di hadapan ku membantu ku untuk bangun.
“makasih ya” kata ku yang masih tidak
melihat wajahnya. Aku terlalu malu atas kesalahan ku sendiri
“hmmm kalau boleh tanya, kamu tau alamat
ini?” kata dia bertanya dengan nada yang lembut
“ah disana. Nanti tinggal lurus terus belok
ke kiri. Terus belok lagi ke kiri. Udah sampai” kata ku yang semangat menunjuk
kearah alamatnya
“makasih ya. Kalau boleh tau nama mu
siapa?” tanya dia sambil tersenyum sambil mengulur kan tangannya untuk berjabat
“nama ku erthan. Kamu?” kali ini aku tidak
memikirkan keterlambatan ku
“nama ku oscar. Makasih ya erthan” kata dia
sambil berlalu mencari alamat itu lagi
Sambil aku
kembali berlari ke arah sekolah, aku memikirkan pertemuan yang canggung tadi.
Yuno dan eva
Yuno sang master
penulis karangan dan pengingat. Dia terlihat cupu dan muda tapi tulisan dia
banyak yang kagum dan menghasilkan uang yang lumayan dari hasil penjualan karya
nya yang di terbitkan di gramod, toko buku terkenal.
Dia anak yang
pendiam dan tak banyak berbicara. Kerjaan dia hanya menulis karangan dan terus
seperti itu. Dia berbeda dengan ku 5 tahun. Dan pertemuan kita cukup unik.
Sedangkan eva
adalah anak perempuan tangguh dan kuat. Dia adalah kakak perempuanya yuno.
Mereka saling melindungi dan lengkapi. Yuno dengan kepintarannya dan eva dengan
kekuatannya. Benar benar membuat orang terkagum melihat keakraban mereka
berdua.
Siang hari pukul 1 tahun 2013 (di jalan menuju arah pulang)
Siang itu sedang
terik teriknya aku jalan pulang sekolah. Oleh karena itu aku mampir dahulu ke
cafe untuk membeli minuman segar.
Sambil menunggu minuman
segar ku, aku melihat ke arah kaca sana. Ada seorang pria dengan seragam merah
putih. Ketika duduk, badannya terlihat mungil. Terlihat sedang asyik mengetik sesuatu
di depan laptop. Dia terlihat menggemaskan dan ada seorang wanita di
sebelahnya. Wanita itu mengikat rambut pony tail. Dia sambil berbicara dengan
pria itu. Terlihat pacaran tapi bukan pacar juga. Pria itu jauh terlihat lebih
kecil daripada wanita itu. Mungkin kakaknya pikir ku.
“nih kak minumannya” kata mbak kasir.
“makasih. Tunggu sebentar” aku sambil
meronggoh ronggoh kantong ku dan hasilnya blank (kosong). Seketika wajah ku
memerah. Mampus dah aku, kenapa di saat seperti ini gak bawa duit.
“nih pakai uang ku saja” tiba tiba pria itu
yang datang memberi uang nya kepada kasir. Spontan aku kaget. Kenapa seorang
anak kecil ini yang bayar punya ku. Kalah sama anak kecil :’)
“dek, nama mu siapa?” kata ku sambil
mengejarnya keluar cafe. Tapi dia terlalu cepat melangkah. Sampai akhirnya dia
berhenti.
..... aku melihat ada dua pria dengan
seragam merah putih di depan dia dan dengan gaya nya yang sombong, mendorong
pria kecil itu.
“eh anak culun, lu gak usah songong gitu
dah yah. Gw suruh lu kerjain pr gw ya tinggal kerjain” kata pria yang di
hadapannya dengan postur yang 10 cm lebih tinggi daripada pria kecil itu.
“aku gak ada kewajiban untuk mengerjakan pr
kalian” kata pria kecil itu dengan santai sambil menggengam laptop nya di
tangan kanan.
Aku sempat
berpikir. Kenapa anak sekecil itu masih terlihat berani dengan mereka yang
postur tubuhnya lebih besar dari dia. Kalau aku jadi dia mungkin aku sudah
kabur. Memang aku anak yang lemah.
“plak plak!” suara itu terdengar ketika
seseorang memukul wajah kedua pria yang lebih tinggi itu.
“berani berani nya lu cewek ikut campur!”
kata kedua pria itu yang marah sehabis di tampar wanita yang tadi aku lihat di
cafe duduk bersama dengan pria kecil ini.
Aku terbelalak
dan hendak menghampiri geram ketika melihat wanita dengan baju kaos dengan rok
biru itu di jambak oleh kedua pria itu yang bahkan di bawah umur nya.
Wanita itu
menggunakan rok SMP menggunakan kaos polos yang luarannya seragam putih SMP.
Sedangkan kedua pria itu tingginya sama dengan wanita itu menggunakan seragam
SD.
“kalian ganggu orang yang salah!” kata
wanita sambil menatap tajam dengan kedua pria itu
Tangan wanita itu
memegang kedua tangan pria itu lalu dengan satu hentakan melompat ke belakang
tubuh mereka berdua. Kedua pria itu menghadap belakang dan langsung mental
jatuh ke aspal kesakitan. Wanita itu langsung menonjok abis abis an ke wajah
mereka ketika terjatuh ke aspal. Mereka berteriak minta tolong berhenti. Dan wanita
itu dengan lantang berbicara
“ini terakhir kalinya kalian ganggu adik
ku. Kalau tidak, aku akan menghabisi kalian tanpa ampun” kata wanita itu yang
membuat mereka berdiri dan lari ketakutan
“kak, rambut kakak gak sakit kan?” tanya
pria kecil itu.
Aku menghampiri
mereka berdua
“makasih ya dek, nama kamu siapa? Aku nanti
akan ganti uangnya” tanya ku berhati hati
“lu siapa lagi? mau ganggu adek gw?!” kata
wanita itu sambil mengepalkan tangan nya ke hadapan ku
“gak gak.. aku hanya ingin mengembalikan
uang yang tadi dia pakai untuk membayar minuman saya ini” kata ku sambil mundur
ketakutan
“nama aku yuno” pria kecil itu mengulurkan
tangan untuk berjabat dengan ku
“nama aku erthan. Salam kenal. Kalau kamu?”
tanya ku kepada wanita di sebelahnya
“eva” jawabnya dingin dan tak melihat ke
arah ku
“sudah kak tak apa, tak usah kembalikan
uangnya” kata yuno dengan lembut sambil tersenyum. Terlihat menggemaskan
“boleh minta nomor hp kalian? Sewaktu waktu
kalau kalian butuh bantuan ku, aku akan membantu”
Kami saling
bertukar nomor hp dan dari situ kita berteman.
Siang yang terik
berjalan arah pulang dan sesampainya di rumah, melihat mama dan papa sedang
duduk di meja makan. Aku menghampirinya dengan semangat.
“ini mama yang masak? Enak banget ma” aku
sangat bahagia karena keluarga ku kembali lengkap, ada papa mama.
“bukan erthan. Ini papa yang masak loh”
kata papa yang dengan bangga menunjuk ke dirinya
“wah pa, enak banget. Kok papa bisa masak?
Lain kali ajarin aku ya”
Hari hari indah
yang masih ku ingat. Sampai akhirnya keluarga ku mulai kembali berantakan. Papa
jarang pulang, mama mulai tak mengurusi ku. Tapi anehnya dia selalu ingat untuk
memasakan makanan untuk ku.
Masa masa aku
mulai tak betah di rumah
Tahun 2016
Aku berusia 18
tahun. Tahun di mana sebentar lagi aku akan menghadapi ujian SMA. Anak anak
lain sibuk memikirkan kuliahnya dan aku berbeda. Hubungan orang tua ku mulai
renggang. Papa jarang sekali pulang. Mama mulai terlihat depresinya. Aku tak
mengerti. Kalau pada akhirnya nikah lagi akan seperti ini, lebih baik mama tak
usah nikah lagi.
Aku tak berani
untuk membahas soal apapun itu kepada mama. Setiap kali aku pulang, aku
langsung ke kamar dan main komputer. Lalu kalau bosan, aku ke warnet dan
bertemu josse
Josse
Dia anak yang tak
ada jam pulangnya ke rumahnya. Warnet bagaikan rumah kedua untuknya. Josse anak
yang nakal, dia perokok, gila main game, dan terkadang dia ngamen di pinggir
jalan. Seperti tidak ada kehidupan. Aku melihatnya seperti melihat ku di masa
depan nanti. Mungkin dia anak broken home jadinya seperti itu. Tapi setelah
kenal lebih lama, dia anak yatim piatu, dia tinggal di panti asuhan anak anak.
Dia main game
karena ingin juara dalam kompetisi esport. Tapi di sisi lain, dia di tawarkan
menjadi pemain band di suatu cafe karena suara dan gaya gitarnya yang khas. Dan
akhirnya dia ikut terjun dalam band yang tampil di cafe itu.
Pukul 8 malam di warnet
“kayaknya aku negerasa setiap kali aku
datang, dia selalu disini? Apa dia gak pulang ke rumahnya?” kata ku di dalam
hati sambil menengok pria itu di bagian pojok kanan.
“YAH! SIAL! S***T!” suara terdengar jelas
ketika dia menggeretak meja warnet karena kekalahan dia main game.
Tapi aku terus
memerhatikannya, dia mencoba lagi untuk bermain terus.
Di lain hari pukul 7 di cafe
Aku ke cafe
bersama teman ku opek karena kita tak sengaja bertemu di jalan. Dia terlihat
baru pulang dari supermarket membawa belanjaan.
“oh hay” sapa ku yang melihat dia yang
berjalan ke arah balik komplek kami.
“hay” sapa balik dia dengan satu tangan
yang tak membawa kantong belanjaan
“kamu ngapain jalan keluar jam malam malam
begini?”
“aku hanya mencari angin segar”
Sambil berjalan
aku melihat ada sebuah cafe, jadi aku mengajak opek ke cafe.
Di cafe pukul 7:20
“oscar, bagaimana keadaan mu sekarang?
Rumah yang kamu tinggali nyaman tidak?”
Kita berdua duduk
di dekat panggung cafe. Kursi yang ada sandaran membuat kita nyaman untuk terus
berbicara. Perbincangan ini lama lama membahas asal nya darimana dan latar
belakangnya. Sejak itulah aku manggil dia opek. Oscar yang lekat dengan logat
pekan barunya. Selagi berbincang, ada orang yang jalan ke panggung tengah
sambil membawa gitar.
“untuk semua pendengar disini, saya ingin
menyanyikan sebuah lagu dari justin bieber berjudul love yourself. One two
three”
“for all the time that you rain on my parade
And all the clubs you get
in using my name
You think you broke my
heart oh girl for goodness sake
You think i’m crying oh my
oh well i ain’t......”
“loh bukan nya itu anak yang sering main
warnet itu?” Aku terkejut melihat ke arah panggung, si anak yang sering banget
ke warnet.
“kamu kenal dia?” tanya opek
“aku cuman tau dia dari warnet, dia sering
ke warnet main”
“ooo begitu.... suaranya bagus”
Ketika pria itu
turun panggung, aku ingin menyapanya dan mengajak dia untuk makan makan bersama
ku, tapi anehnya dia yang menyapa ku duluan. Dia lebih ramah dari perkiraan ku.
“oi bro!” sapa dia menepuk pundak ku
“oi! Kamu anak yang betah di warnet kan?
Kok akhir akhir ini jarang ke warnet bro? Mau main bareng aku gak?” josse duduk
di antara opek dan aku. Sambil asik mengajak ku untuk bermain ke warnet
“oh ya, lagi ada kerjaan banyak. Bentar
lagi UN. Jadi harus belajar lebih benar” jawab ku
“oh ya kenalin, nama aku josse. Kamu?”
menunjuk ke aku dan opek
“aku erthan. Dia opek” jawab ku
“salam kenal erthan, salam kenal opek”
jawabnya sambil berjabat tangan.
“opek, kamu umur berapa? Keliatannya jauh
lebih tua dari kita” tanya dia sambil menekuk kaki kanannya ke bangku nya
“aku tahun ini umur 18 tahun tapi aku gak
sekolah. Aku kerja sekarang jadi terlihat tua hahaha” jawab opek dengan santai
“hah?! Kamu masih 18 tahun? Aku pikir kamu
jauh lebih tua dari aku hahaha” jawab aku
“kalian temanan tapi kok gak tau umur
masing masing? Hahaha kalau ku di bawah kalian 2 tahun” jawab josse
Malam semakin
larut, kita pun akhirnya mengakhiri pembicaraan sekitar jam 9 lewat dan opek
besok harus bekerja jadi aku pulang bareng opek, rumah satu komplek juga.
Riko
Sekarang menceritakan
riko, teman dekat terakhir ku. Dia anak yang kaya dan royal. Anak geng motor
tapi baik. Dia anak yang paling besar di antara kita dia umur nya di atas aku 1
tahun, tapi dia berbeda. Dia memiliki keluarga yang benar di antara kita semua.
Dia di sayang dan di beri apapun yang dia mau. Hanya saja dia suka menghabiskan
uang.
Pertemuannya
karena motornya yang mogok di jalan dan aku membantunya menunjukan bengkel
motor dimana. Selama perjalanan kami saling mengobrol tentang kehidupan kami
masing masing.
To be continued~
Penulis: Devi Stefanny
Nov 1, 2020
NEGATIF [Chapter 2]
BAB 2 : BERAKTING
Aku bermalam
di rumah opek. Untung saja tidak ketauan oleh bibi kos. Atau opek bisa di usir.
Opek dan aku sarapan pagi lalu berangkat
ke gudang tempat kita berkumpul. Hari ini pas akhir pekan. Hari sabtu yuno,
josse, riko dan eva ada waktu untuk berkumpul bersama kami. Kami lagi lagi
membahas proyek film nya si opek. Lalu mulai beroperasi. Yuno mulai menulis
karangannya dan yang lain sibuk memprepare barang properti yang di butuhkan.
Setelahnya kita mulai syut dan yang menjadi aktor sekarang josse dan aku.
Lapangan hijau pukul 3 sore
Mulai berakting “action!”
“erthan!
Kenapa kamu berlari menjauhi ku?” kata josse sambil mengejar aku
“jangan
dekati aku josse” berlari semakin kencang mengarah pohon tinggi besar
“ya
setidaknya berhenti dulu cerita kamu kenapa bukannya lari menjauh” sambil
mengejar aku
“gak
bisaaaaa” aku berjongkok di bawah pohon tinggi besar itu
“hah
hah hah (suara nafas yang terbata bata)... akhirnya hah hah kenapa kamu lari
nya cepet banget sih. kalau ada apa apa tinggal cerita aja jangan main lari
gitu aja. Kan kita sahabat” kata josse dengan nafas yang tersengal sengal
“...
entah lah josse, aku merasa tidak niat untuk hidup lagi... aku takut...” kata
ku sambil menghayati peran. Dahi aku menempel dengan lutut ku.
“tidak
niat hidup? Kenapa? Banyak orang di luar sana yang masih ingin hidup, ada yang
cacat saja masih berjuang untuk hidup, ada yang stroke dan masih berjuang hidup
dengan tersenyum, ada yang kelaparan dan masih berusaha untuk mencari makan,
ada anak yang yatim piatu dan masih berjuang hidup mandiri. Dan kamu
sekarang... malah pengen mati?” kata kata yang menusuk ke hati ku
Aku lalu
berdiri dan berkata sesuai kata hati ku bukan dialog seharusnya
“aku
lebih baik menjadi yatim piatu daripada punya orang tua yang cuman bisa main
fisik ke anaknya” mata ku tajam melihat josse. Sorot mata kesedihan dan
kemarahan.
“erthan...
tapi kamu masih punya kita. Teman kamu” sambil menepuk bahu kiri ku.
“cut cut!” kata opek sambil menyuruh
kita untuk berhenti berakting
“kenapa dialognya berubah erthan? Kamu
seharusnya omong “aku gak peduli, aku
hanya ingin mati” bukan seperti tadi” kata opek menghampiri aku
“maaf pek, aku sedang tidak bisa
berakting. Aku terus memikirkan kalau papa nanti pulang bakal seperti apa aku”
aku menunduk tak tahu harus berbuat apa
“papa kamu kenapa emang?” kata eva
menyambar dan berdiri di sebelah di opek
“......” aku hanya bisa terdiam dan
menunduk kebawah
Opek
memutuskan syutingnya sampai sini saja dan ganti hari esok. Sesampainya di RPB,
opek membantu ku menjelaskan nya kepada yang lain. Aku memilih tinggal di
gudang ini (RPB) karena tak ada tujuan aku mau tinggal dimana. Akhirnya mereka
membantu ku membeli kasur lipat dan peralatan lainnya ke gudang ini.
Menurut ku tempat ini nyaman kok untuk tidur. Tidak gelap karena ada lampu yang terang. Lantainya gak kotor kotor amat. Karena lantai gudang ini sudah di semen rata. Bekas gudang stok barang yang lantainya rata. Jadi aku bisa tidur disini. Atapnya pun masih kokoh jadi hujan pun tak masalah.
To be continued~
Penulis: Devi Stefanny
Oct 26, 2020
NEGATIF [chapter 1]
BAB 1 : KELUAR DARI RUMAH
Di rumah aku anak yang pembangkang. Aku sering di bilang anak
yang kurang ajar dan tidak patuh. Satu hal yang dia tidak sadari adalah serumah
dengan dia adalah suatu hal yang paling tidak nyaman. Dia membuat suasana
menjadi redup. Setiap hari cuman dengar ocehan, kemarahan, dan kekerasan.
“mah,
aku hanya ingin keluar sebentar. Aku
ingin kerja kelompok dengan teman ku. Rumah teman ku di komplek ini kok, gak
jauh. boleh ya ma?”
“Erthan,
mama udah bilang berapa kali. Jam segini tidak boleh pergi keluar rumah”
“Tapi
mah..”
“ERTHAN!
BANDEL BANGET YA JADI ANAK!” teriakan yang menggema seluruh ruangan. Lalu
menggunakan kekerasan untuk melampiaskan kemarahan nya.
Kejadian ini yang paling sering ku alami. KETIDAKADILAN. Tidak
ada hak untuk speak up di rumah ini. Apalagi anak satu satunya di rumah ini
hanya aku. Hanya bisa di tindas, di kekang, dan tidak ada kebebasan. Aku
rasanya ingin keluar dari rumah ini...
Sore pukul 4 sebelum
kejadian
Aku dan teman teman ku baru aja pulang dari suatu tempat yang
biasa jadi tempat tongkrongan kita. Tempat itu kita sebut rumah para buangan
(RPB). RPB adalah tempat berkumpulnya teman teman ku yang mengalami hal yang
sama dengan ku yaitu anak broken home. RPB tempat yang tenang buat kami, yaitu
suatu gudang bekas tempat stok barang pabrik yang di tinggalkan. Tempat buangan
yang di lupakan seperti kami.
Kami suka berbagi cerita, di antara kami ada yang suka menulis
nya dan memasukan ceritanya di wattpad. Ada juga yang suka bikin film, ada juga
yang suka koleksi barang barang yang menurutnya keren seperti jaket jaket kece
seperti anak motor dan dia yang satu satu nya orang terkaya di antara kita, ada
yang anak warnet dia jago dalam bermusik dan dia punya kalangan band sendiri juga,
dan yang terakhir adalah anak cewek yang jago bela diri, saking jagonya pernah
kita di bantai habis oleh dia.
Kami berenam sejak jam 1 siang sampai jam 4 sore membahas
rencana syuting film punya si opek. Opek suka banget jadikan kita sebagai
aktornya atau pembantu di belakang layar. Dan yuno yang suka menulis biasanya
bantuin si opek tulis materi. Sedangkan yang bikin BGM (background music)
adalah josse anak band yang suka pintar dengan nada nada yang dia mainkan.
Biasa yang bantu keuangan adalah si anak geng motor si riko. Si cewek bela diri
namanya eva. Dia yang bantu dan seni gerakan dan bantu mengarahkan posisi yang
baik dan benar. Dan aku bantu proses editing dan kameramen kadang yang lain, ya
serabutan dalam bidang ini.
Ini tabel nya untuk
mempermudah pengenalan
|
NAMA |
KELEBIHAN |
UMUR |
KEBIASAAN |
|
Erthan (aku) |
Bantu apa aja |
20 tahun |
- |
|
Opek (oscar : nama
asli)(pekan baru : berasal) |
Producer, ide , dll |
20 tahun |
Gila digital |
|
Yuno |
penulis |
15 tahun |
Pendiam |
|
Riko |
kaya |
21 tahun |
Geng motor |
|
Josse |
musisi |
18 tahun |
Warnet |
|
Eva |
Bela diri, bantu
pengarahan pemeran |
18 tahun |
Bantai abis orang
kalau ada yang macam macam |
Pertemuan dengan mereka pun juga cukup unik. Mereka dari umur
yang berbeda beda tapi dalam kondisi rumah yang hampir sama dengan ku, membuat
pola pikir kita menjadi nyambung ketika bercerita.
Pukul 4 sore di jalan
mengarah pulang
“Erthan,
hari ini kamu bisa bantu aku syuting film gak? Kata si opek
“aku
coba pulang ke rumah dulu minta izin ke mama” kata aku.
Aku malas sebenarnya pulang ke rumah. Melihat mama yang terkesan
seperti orang depresi suka marah marah karena hal yang kecil.
Pukul 6 kejadian
Ketika aku membuka pintu rumah, aku melihat mama yang duduk di
sofa sambil melihat ke televisi. Ruangan yang terang dengan sinar lampu yang
remang mengitari seluruh ruangan tamu yang bersebelahan dengan ruang makan dan
dapur. Rambut mama yang panjang menjuntai ke bawah, seketika bergoyang menjauh
ketika dia melihat di belakangnya ada seseorang yang baru saja pulang.
“erthan.
Mama ada buat masakan untuk mu. Sana makan dulu”
.....
“mah,
aku udah selesai makan.”
Aku berdiri dari bangku meja makan lalu berjalan menghampirinya di
ruang tamu.
“mah,
aku hanya ingin keluar sebentar. Aku
ingin kerja kelompok dengan teman ku. Rumah teman ku di komplek ini kok, gak
jauh. boleh ya ma?”
“Erthan,
mama udah bilang berapa kali. Jam segini tidak boleh pergi keluar rumah”
“Tapi
mah....”
“ERTHAN!
BANDEL BANGET YA JADI ANAK!” teriakan yang menggema seluruh ruangan. Lalu
menggunakan kekerasan untuk melampiaskan kemarahan nya.
Aku berteriak kesakitan setiap kali dia mengambil alat apapun
itu untuk memukul ku. Batin aku berkata kenapa aku yang sudah umur 20 tahun ini
masih mendapat pukulan ini? kenapa seperti anak kecil yang harus memakai
kekerasan agar bisa mendengarkan?
“MA!
BERHENTI! MA!” teriakan ku lebihi ocehan nya yang sambil memukul ku.
Lalu dia berhenti dan bertanya
“masih
bisa minta berhenti hah?! Kalau kamu gak bandel, mama juga gak bakal mukul
kamu”
Aku berdiri perlahan sambil memegang badan yang masih merasa
sakit
“hahaha...
gak bakal mukul aku? BOHONG! Mama inget gak kemarin kemarin aku hanya bertanya
mama langsung pukul, aku hanya minum sedikit jus mama langsung pukul, aku hanya
menyisakan makanan yang aku gak suka hanya sebulir langsung pukul. Kenapa ma?
Hal yang sangat sepele langsung main kekerasan?” kata ku yang sambil menangis
menahan sakit fisik dan batin.
Ketika mama mendengarkan kata kata ku itu. dia melepaskan rotan
dan membiarkan nya jatuh ke lantai. Dia terdiam. Dia menunduk dan seluruh
rambutnya jatuh semua ke bawah dan menutupi wajahnya. Lalu terdengar suara
ketawa yang mengerikan sambil mengangkat kepala.
“HAHAHAHA”
“mama?
Mama kenapa????” tanya ku sambil menggoyangkan badannya
“HAHAHAHA”
dia terus seperti itu
“MA!
MAMA KENAPA?!” aku semakin panik dengan keadaan seperti ini
“HAHAHAHA”
sambil mendorong diri ku sampai terhempas di lantai
“DASAR
ANAK SETAN! BERANI BERANINYA KAMU MENGATAKAN HAL SEPERTI ITU?” lalu dia
menjambak aku tanpa perasaan dan menarik aku dengan menyeret aku ke dapur.
Dia mengambil spatula besi dan memukulnya dengan kencang ke
tubuh ku. Sekujur tubuh ku merasa tak tahan lagi menahan pukulan itu. Aku
melihat matanya yang tajam dan dingin dengan tenaga yang kencang menghantam ku
lagi dan lagi sampai akhirnya berdarah.
Aku semakin berteriak kesakitan dan meminta berhenti. Aku tak
kuat lagi. Hari ini pokoknya harus keluar dari rumah. Aku gak bisa tinggal
dengan orang seperti ini. Lama lama aku bisa mati!
Aku langsung menarik spatula itu dan langsung menghembaskannya
ke kepala mama. Seketika dia berteriak dan memegang kepalanya kesakitan sampai
akhirnya dia meringkuk di lantai. Aku tidak peduli, sakit ku sampai berdarah
sedangkan dia, ku pukul kepalanya gak bakal mati juga. Akting yang lebay.
Segera aku berjalan ke kamar dan mengambil tas besar dan
memasukan semua barang barang ku ke dalam tas.
Pukul 8 di luar rumah
Aku
tak mau balik ke neraka itu lagi.
Berjalan menjauh ke arah rumah teman aku bernama opek untuk
membantunya bikin film. Rumah yang berbeda gang saja dengan ku. Dia gangnya
jauh lebih sempit dari ku karena dia ngekos dengan biaya yang murah. Dan kos
kamarnya hanya bisa untuk 1 orang.
Sesampainya di rumah opek, opek menyambut ku dengan baik.
“pek,
kamu ada obat buat luka luar gak?” aku membuka jaket ku dan darah ku mengenai
jaket ku.
“erthan,
luka mu parah banget. Sabar aku ambil obatnya dulu”
Melihat luka yang begitu banyak, teringat terakhir kali aku
melakukan apa. Aku memukul nya dengan keras di bagian kepala. Apakah dia baik
baik saja? Apakah dia sudah bangun dan melakukan aktivitas yang senormal nya?
....... tunggu kenapa aku mengkhawatirkannya? Dia aja udah
sejahat itu kepada ku, memukul ku tanpa perasaan.
Papa... kalau papa pulang gimana? Apa dia bakal mencari ku dan
memukul ku habis habisan? Bagaimana ini?
“nih
obatnya. Sini biar aku bantu obati” tiba tiba opek membuka suara dan duduk di
sebelah ku
“ssss,
sakit” otak ku masih memikir kan hal itu. apa aku coba nanya ke opek, apa yang
harus ku lakukan
“pek,
tadi aku di pukul oleh mama lagi. Lalu karena aku tak tahan, aku memukul
kepalanya hingga dia meringkuk kesakitan di lantai. Lalu aku buru buru keluar
rumah tanpa pikir panjang. Nanti kalau papa pulang gimana? Aku harus gimana?”
“seriusan
kau? Kamu melakukan hal itu tanpa pikir panjang... papa kamu bisa saja
mencarimu dan akan menanyakan soal ini kepada mu nanti” kata opek yang membuat
ku semakin takut pulang ke rumah.
To be continued~
Penulis: Devi Stefanny
Jun 2, 2020
[SS] After Life
[SS] Short
Story
After Life
Setiap
kali aku membuka mata, aku selalu merasa kesepian. Tidak ada siapapun dalam
ruangan bersama ku. Hampa, sunyi dan semuanya berwarna putih. Aku terbangun
pada sebuah keramik dingin dengan pakaian pasien berwarna putih. Hal itu
membuatku terus bertanya-tanya.
“Aku dimana? Ini tempat apa? Kenapa aku
ditinggalkan sendiri disini?”
Aku
berjalan menuju sebuah pintu besi yang terdapat tak jauh dari tempat ku
berdiri. Di balik pintu tersebut ada apa? Aku mencoba untuk membukanya dengan
menempelkan sidik jari pada seluruh telapak tangan pada monitor pintu. Hasilnya
pada layar adalah “gagal”.
Aku melihat
sekitarku dan mencoba meraih barang disekitar ku seperti bangku, meja belajar, tablet
dengan pensil tablet. Tablet dengan ukuran 20 cm x 10 cm dengan pensil 8 cm
membuatku penasaran kenapa ada benda seperti ini disini. Terdapat pada layar hanyalah
sebuah layar putih dengan tools warna warni seperti dapat ku gambar dan warnai
sepuasnya. Ku mulai menggambar lautan, cahaya matahari yang cukup terik dengan
angin sepoi-sepoi dan langit biru yang menyegarkan. Sesuatu tiba-tiba terjadi,
seluruh ruangan ku berubah menjadi seperti apa yang aku gambar. AJAIB!!
Aku baru
menyadari apa yang aku lihat yaitu proyeksi dari apa yang aku gambar menjadi
sebuah latar ruangan yang sungguh terlihat nyata. Sudah seminggu aku disini dan
tak pernah menyadari bahwa ada alat menakjubkan ini.
Beberapa hari
yang lalu aku menyadari bahwa tubuhku terasa begitu berat dan lemah. Aku mencoba
melihat sekitar ku hanyalah ruangan putih bersih dan terdapat meja belajar beserta
kursinya. Setelah itu aku tertidur lagi pada lantai karena pandangan ku yang
mulai kabur.
Esok
harinya sekitar hari ke 6 aku disini, aku mulai dapat menggerakan tubuhku
sedikit demi sedikit. Aku merasa ada sesuatu yang melingkar di pergelangan
tangan kiri ku. Ternyata itu adalah sebuah jam yang dapat menunjukan sudah
berapa lama aku di ruangan ini. Jam tangan tangan itu menunjukan tanda “6 hari
12:45:20” dan angka detik pun terus bergerak.
Aku pun
tersontak, sejak kapan aku disini dan mengapa aku baru sadar setelah 6 hari ini?
Sangat membinggungkan. Lalu pada hari ini yaitu hari ke 7, seluruh anggota
tubuhku dapat bergerak sesuai keinginan ku.
Tablet dan
pensil itu mengubah seluruh pandanganku terhadap putih bersihnya ruangan ini. Lautnya
begitu tenang dan matahari tidak begitu terik. Sangat nyaman. Aku pun mencoba
menggambar sebuah kursi sandar untuk membuatku lebih rileks pada pemandangan
indah ini.
Beberapa saat
kemudian, tanpa sadar aku terus menggambar dan menggambar hingga berbagai macam
ilustrasi pun terbentuk seperti sebuah gunung dengan awan kabutnya, pepohonan
dengan daun warna warni dan sebuah bentuk simetris persegi panjang menjulur keatas
dengan cahaya-cahaya didalamnya.
Aku sangat
senang disini. Sejak ada tablet dan pensil ini, hidupku tidak begitu kesepian. Alhasil
dengan gambar-gambarku ini, aku dapat keluar dari pintu itu dan merasakan latar
dari apa yang aku gambar. Akan tetapi percuma, jika aku berlari hingga pojok
pada latar, ternyata ada sebuah tembok. Tembok itu transparan dan gambarnya
menyatu dengan tembok tersebut. Seperti sebuah hologram.
Ini dimana?
Kenapa aku seperti terjebak? Aku berteriak dan suara pun menggema. Ini rekayasa.
Ini ruangan rekayasa. Buktinya aku terus berteriak dan terus menggema.
Sesaat aku
terdiam, aku melupakan hal yang penting. Siapa aku?
.......
∞
Seorang pria berlari
dengan kecepatan tinggi sambil membawa sebuah gadis berusia 15 tahun dalam
gendongannya. Ia terus berlari di antara bara api di sekelilingnya dan berbagai
macam benda besar terjatuh dari langit menghancurkan tanah. Kekacauan pada
dunia terjadi saat tata surya mengalami perubahan orbit. Banyak tabrakan dari asteroid
pada bumi sehingga menyebabkan bumi memanas dan hancur berkawah-kawah.
“vira ku mohon kamu bertahan, sedikit lagi ku mohon”
Pria itu mencoba
berkomunikasi dengan sosok gadis yang terus ia gendong. Gadis itu masih
bernafas walaupun nafasnya melambat. Pria itu akhirnya sampai pada sebuah alat
yang cukup besar dan muat untuk ratusan orang tetapi penggunaannya sangat
terbatas. Alat tersebut adalah alat ciptaannya yaitu AL-2020. A yang artinya
After dan L yang artinya Life. 2020 adalah tahun dimana ia menciptakan alat
raksasa itu.
Pria itu berprofesi
sebagai ilmuan yang menciptakan sebuah mahakarya yang tak ada bandingannya
yaitu sebuah pesawat luar angkasa yang dapat membuat makhluk hidup di dalamnya
dapat bertahan hidup dalam luar angkasa selama masa hidupnya. Makhluk hidup di
dalamnya tidak perlu makan dan minum. Maka dari itu ia memberi nama after life.
Setelah kehidupan manusia pada umumnya yaitu harus makan dan minum menjadi
hidup tanpa memerlukan apapun itu. Untuk menghibur diri dalam pesawat itu, diberi
sebuah tablet dan pensil untuk dapat merasakan rekayasa dimensi hidup di alam
yang kita inginkan.
“vira, bertahanlah”
Pria itu memasukan anak nya pada sebuah ruangan besar dalam alat AL-2020 itu. Berharap beberapa hari kemudian anaknya dapat terbangun dalam kondisi yang sehat. Setelah memasukan anaknya ke dalam, ayah tersebut keluar dari AL-2020 dalam kondisi tidak baik. Ia menangis sambil muntah darah. Pria itu menahan sakit di dadanya sambil melihat alat itu otomatis berjalan pergi menuju luar angkasa.
By: Devi Stefanny




